Sebagai seorang guru, tentu kita sudah tidak asing dengan berbagai jenis siswa. Mulai dari siswa yang melawan bila diberitahu, sulit diajak belajar, hiperaktif, hingga siswa berkebutuhan khusus. Dengan adanya hal ini, kita sebagai guru harus siap dalam menghadapi siswa-siswa tersebut. Selain itu, guru juga diharapkan mampu untuk menentukan metode pembelajaran yang sesuai agar semua siswa dapat ditangani dengan baik.
Salah satu tantangan bagi guru adalah menghadapi siswa disleksia. Disleksia sendiri merupakan salah satu jenis gangguan atau kesulitan belajar yang pada umumnya mempengaruhi kemampuan membaca dan mengeja seseorang. Disleksia ini sudah ada sejak lama dan banyak ditemui di kalangan masyarakat umum. Salah satu faktor penyebabnya adalah keturunan. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang memiliki anggota keluarga atau kerabat yang disleksia, memiliki risiko lebih besar untuk mengalami kondisi tersebut.
Siswa yang mengalami disleksia cenderung mengalami ketidaksempurnaan dalam menulis, tidak lancar dalam mengeja atau kesulitan dalam belajar berbahasa asing. Meski begitu anggapan kebanyakan orang bahwa siswa yang mengalami disleksia dapat mempengaruhi tingkat intelegensi itu tidak benar. Karena pada kenyataannya, siswa dengan kecerdasan tinggi maupun rendah bisa menderita disleksia.
Disleksia pada anak tidak dapat disembuhkan namun kita bisa menggunakan terapi disleksia untuk menemukan cara belajar yang tepat untuk penyintasnya. Dalam hal ini, peran orang tua dan guru sangat diperlukan untuk menemukan cara belajar yang tepat. Berikut adalah metode belajar yang dapat digunakan guru untuk membantu siswa yang mengalami disleksia:
Metode multisensori merupakan salah satu program remedial membaca untuk siswa disleksia. Asumsi yang mendasari metode ini adalah bunyi yang disimbolkan oleh huruf dipandang mudah dipelajari dengan menggunakan keterpaduan indera visual, auditori, kinestetik, dan taktil. Dengan demikian saat siswa mempelajari suatu kata, siswa melihat huruf, mendengar bunyi huruf, menunjuk dengan gerakan tangan atau telusuran jari tangan dan kemudian menuliskannya dengan menggunakan visual, auditori, dan kinestetik secara padu.
Metode fonik merupakan suatu metode mengajar membaca yang berkaitan dengan bunyi. Dimana huruf ini terdiri huruf vokal dan konsonan yang digabung menjadi suku kata dan kalimat. Misalnya, huruf B yang dibunyikan eb, huruf C dibunyikan ec, dan lain sebagainya.
Metode ini menggunakan materi bacaan yang dipilih dari kata-kata yang diucapkan oleh siswa, dan setiap kata diajarkan secara utuh. Menurut Mulyono Abdurrahman (1999:27), metode ini memiliki empat tahapan. Tahapan itu sebagai berikut:
Metode linguistik adalah metode yang mengajarkan siswa disleksia mengenal kata secara utuh. Metode ini menekankan pada kata-kata yang mirip. Dengan adanya penekanan, diharapkan bisa membuat siswa mampu menyimpulkan sendiri pola hubungan antara huruf dan juga bunyinya.
Metode ini merupakan pendekatan terstruktur yang memerlukan lima jam pelajaran selama kurun waktu dua tahun. Aktivitas pertama diarahkan pada belajar berbagai bunyi huruf serta perpaduan huruf-huruf tersebut. Siswa menggunakan teknik menjiplak bentuk satu per satu untuk mempelajari berbagai huruf. Perbedaan metode ini dengan metode Fernald yaitu dalam metode ini huruf diberikan secara individual, bukan dalam bentuk kata.
Metode analisis glass merupakan metode pembelajaran melalui pemecahan sandi kelompok huruf dalam kata. Ada dua asumsi yang mendasari metode ini. Pertama, proses pemecahan sandi (decoding) dan membaca merupakan kegiatan yang berbeda. Kedua, pemecahan sandi mendahului proses membaca. Pemecahan sandi di sini untuk menentukan bunyi yang berhubungan dengan suatu kata tertulis secara tepat. Sedang membaca didefinisikan sebagai menurunkan makna dari kata-kata yang berbentuk tulisan.
Metode ini dikembangkan oleh Hegge, Kirk dan Kirk pada tahun 1972 (Lovit, 1989). Metode ini diutamakan untuk meneliti kemampuan auditori siswa dengan jalan memadukan bunyi huruf, menuliskan perpaduan bunyi huruf menjadi kata lalu menyebutkan kata tersebut. Selanjutnya, menunjukkan kata pada siswa dan memintanya menyebutkan bunyi huruf yang ada dalam kata tersebut dan siswa diminta untuk menuliskan kata tersebut di atas kertas.
Metode ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Nah, demikianlah informasi terkait disleksia dan metode pembelajaran yang bisa digunakan untuk mengajarkan siswa disleksia. Semoga informasi yang disampaikan bisa bermanfaat.Ada baiknya, penanganan siswa disleksia dilakukan secara khusus agar lebih fokus. Tetap berikan dukungan kepada mereka sesuai kemampuan dan bakat yang mereka miliki. Tetap semangat dalam mengajar ya bapak/ibu guru sekalian 🙂